Utk siapa gwe lakuin semua ini.??
Utk dia yg udh ngurusin gwe.? dia bilang, dia nyesel udh ngizinin gwe utk ini.
Utk dia yg mrmiliki pangkat tertinggi.? mungkin dia udah kecewa sama gwa.
Utk dia yg memilih gwe.? skrg dia udh ga sama gwe lagi.
Utk dia yg merupakan partner gwe belajar di kelas.? mereka bilang, buat apa lo ikut" ini. cuma cape"in doang. ga guna tau ga.? cuma bikin lo sibuk ga jelas.
Utk dia yg selalu membuat hidup gwe berwarna.? dia bukan salah satu dari ini.
Utk dia yg MEREKA sebut keluarga.? Apa dia tau apa yg ada di dalam perasaan gwe.? Apa pernah mereka peduli.?
Utk dia yg GWE sebut keluarga.? Ya, itulah hal yg membuat gwe bertahan sampai detik ini.
Hidup adalah suatu pilihan. Dan ini yg udh gwe pilih. Perlukah gwe menyesal.? Tidak. Gwe ga bakal menyesal. Pernahkah gwe berpikir utk pergi jauh dari ini.? Ya, sering kali saat gwe ada masalah di dalamnya. Mengapa gwe ga lanjut lakuin hal itu.? Mengapa gwe selalu ga jadi pergi jauh dari ini.? Padahal.. keluarga udh mendukung utk pergi, teman pun mungkin sama. Apa sih yang lo dapet dari ini semua.??
Pengalaman berharga bersama mereka yg gwe sebut keluarga.. OSIS 56 ..
Welcome ..
Friday, July 16, 2010
Thursday, December 3, 2009
Kisah Kucing jatuh dari tempat tinggi
Ada sebuah kisah yang mengatakan bahwa jika kucing jatuh dari lantai 9 dia tidak akan terluka. Kisah ini juga yang kayaknya melatarbelakangi bahwa kucing itu memiliki sembilan nyawa. Tapi apakah memang benar jika kucing jatuh dari tempat tinggi, dia tidak akan terluka?
Konon tidak masalah jika kucing jatuh asal tidak dibawah lantai 7. Kalau saya tidak salah, rekor tertinggi yang pernah tercatat adalah ada kucing yang jatuh dari lantai 46 dan masih selamat (walaupun dengan terpincang-pincang).Dan akhirnya menjadi selebriti kucing lho.
Dari makalah tahun 1987, mereka mempelajari 132 kasus kucing yang jatuh dari gedung bertingkat di New York. Rata-rata mereka jatuh dari lantai 5 -6. Hebatnya 90% kucing berhasil selamat. Dan anehnya datanya menunjukkan bahwa luka bertambah serius sebanding jumlah lantai. Namun saat berada di lantai 7 keatas, jumlah luka kucing menurun tajam.
Ini dikarenakan kucing dan hewan tertentu lainnya memiliki apa yang disebut terminal velocity.
Terminal velocity adalah sebuah titik di mana berat benda sama dengan resistansi udara. Jadi ketika kucing berhenti berakselerasi. Bisa disebut ini adalah kecepatan puncak tidak fatal. Untuk kucing berada dikisaran 100km/h, sedangkan manusia sekitar 195 km/h.
Dengan begitu saat kucing jatuh dari tempat tinggi! Maka ketika si kucing sudah tenang, dia akan merentangkan badan seperti sedang berperasut ke tanah. OH YA! Setelah membaca artikel ini jangan jatuhkan kucing lucu anda ya hanya karena penasaran he he he
referensi : blog Kucing.
Wednesday, December 2, 2009
Stress ntu nguras nutrisi otak kita lho .. nah lo !!
Huh ..
Ada kalanya stres diperlukan untuk memacu prestasi. Tapi jangan anggap enteng stres yang berulang, karena ia akan seperti badai yang menguras nutrisi otak dan memunculkan berbagai penyakit fisik.
Pilih mana, lari dari tembakan aparat yang menggunakan peluru tajam saat berdemonstrasi menuntut reformasi, atau menghadapi lalu lintas yang macet total selama dua jam karena demonstrasi? Mungkin Anda akan dengan cepat berkata, “Tidak semuanya.” Tapi kalau diharuskan memilih, biasanya orang cenderung memilih lalu lintas yang macet.
Kedua situasi itu memang akan menimbulkan reaksi yang sama pada fisik dan psikis kita. Yaitu stres, dan darah serta adrenalin mengalir deras. Tapi kalau mengacu pada pendapat ahli endokrinologi dari Universitas Rockefeller di New York, Bruce McEwen, sebaiknya pilih ditembaki aparat saja. Bahkan lebih baik dikejar harimau lapar daripada menghadapi kemacetan lalu lintas. Kok, bisa?
McEwen punya alasan. Lari dari tembakan aparat atau dari kejaran harimau hanya akan mendatangkan stres yang singkat walaupun tampaknya lebih menakutkan, sedangkan tubuh kita sudah dirancang supaya mampu menghadapi situasi seperti itu. Lain halnya stres yang lama, berulang-ulang, dan kronis, tubuh kita tidak dipersiapkan untuk itu dan akibatnya dapat merusak otak.
Stres atau keadaan yang menekan secara fisik maupun psikis, sering dianggap sebagai ‘teman’. Disebut teman, karena ada kalanya situasi menekan itu justru mampu menghasilkan prestasi dan produktivitas. Karena itu para psikolog sering menasihati, stres tidak perlu dihindari atau pun dilawan, tapi dikelola.
Sayang, tak semua orang mampu mengelola stres, sehingga banyak penyakit (fisik) yang timbul. Mulai dari maag, liver, jantung, stroke, kanker dan sebagainya. Karena itu semboyan dalam tubuh sehat terdapat jiwa yang sehat, tidak tepat lagi. Ilmu pengetahuan menunjukkan, dalam jiwa yang sehatlah terdapat tubuh yang sehat.
Membentuk Memori
“Perasaan kecewa maupun kehilangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, stres yang berbeda-beda setiap hari, semuanya memberi dampak,” ujar Dra. Nilam Widyarini, MS., lulusan Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogya.
Pengajar di Universitas Atmajaya Jakarta ini lantas menerangkan, keadaan yang menimbulkan stres, baik secara fisik maupun psikis, akan menimbulkan reaksi kimia luar biasa pada tubuh. Segera setelah seseorang mengalami situasi stres, otak akan mengirim pesan kepada saraf agar melepaskan adrenalin dan kimia otak lain, untuk dikirimkan sebagai energi kepada otot.
Yang lebih penting lagi, ada bagian kecil pada otak yang disebut hippothalamus, akan mengirim pesan kepada kelenjar di bawah otak agar mengalirkan hormon corticotrophin ke dalam darah.
Pada gilirannya, hormon ini akan meminta kelenjar adrenal supaya mengeluarkan lebih banyak hormon stres (glucocorticoids). Hormon ini akan memerintahkan tubuh supaya membanjiri darah dengan gula, agar segera memiliki energi untuk lari dari bahaya.
Hormon stres terutama sekali tampak ‘menggemparkan’ bagi bagian otak yang disebut hippocampus. Bagian inilah yang memainkan peranan penting dalam membentuk memori.
Dalam buku panduan mengenai stres berjudul Why Zebras Don’t Get Ulcers, Robert Sapolsky menjelaskan bahwa jika berhasil mengatasi situasi stres, kita ingin bisa mengingatnya supaya lain kali bisa menghindarinya. Dalam peristiwa yang sangat mengguncangkan, biasanya memori akan menajam. Mungkin inilah yang bisa menjelaskan, mengapa kita sulit melupakan tragedi ‘65 atau kerusuhan Mei ‘98.
Stres Berulang
Kadang orang mengalami stres secara berulang, dan akibatnya glucocorticoids akan membanjiri otak. Lama kelamaan manfaat hormon stres hilang, sehingga memori akan memburuk, tingkat energi turun, dan problem kesehatan muncul.
Menurut Sapolsky, dalam beberapa hari saja hormon stres meningkat, akan melemahkan (bahkan mematikan) sel hippocampal jika suplai oksigen terhenti, seperti yang terjadi saat stroke atau serangan jantung.
Stres traumatik seperti yang terjadi pada anak-anak korban kekerasan seksual, veteran maupun korban perang, tentu saja lebih besar kemungkinannya merusak otak. Dalam American Journal of Psychiatry dijelaskan bahwa veteran perang rata-rata hippocampal otak kanannya berkurang 8%. Anak korban kekerasan seksual ukuran hippocampal pada otak kirinya berkurang 12%.
Studi lain yang dilakukan intensif selama empat tahun terhadap sekelompok wanita diketahui, mereka yang hormon stresnya sering meningkat, hippocampal pada otaknya berkurang 14%. Dari pemeriksaan pasien depresi diketahui, ukuran hippocampal-nya berkurang 19% dibanding orang yang sehat.
Melihat akibatnya yang sangat buruk itu, satu-satunya cara agar kita tetap sehat adalah sebisa mungkin mengelola stres.
sumber : www.gayahidupsehatonline.com
Ada kalanya stres diperlukan untuk memacu prestasi. Tapi jangan anggap enteng stres yang berulang, karena ia akan seperti badai yang menguras nutrisi otak dan memunculkan berbagai penyakit fisik.
Pilih mana, lari dari tembakan aparat yang menggunakan peluru tajam saat berdemonstrasi menuntut reformasi, atau menghadapi lalu lintas yang macet total selama dua jam karena demonstrasi? Mungkin Anda akan dengan cepat berkata, “Tidak semuanya.” Tapi kalau diharuskan memilih, biasanya orang cenderung memilih lalu lintas yang macet.
Kedua situasi itu memang akan menimbulkan reaksi yang sama pada fisik dan psikis kita. Yaitu stres, dan darah serta adrenalin mengalir deras. Tapi kalau mengacu pada pendapat ahli endokrinologi dari Universitas Rockefeller di New York, Bruce McEwen, sebaiknya pilih ditembaki aparat saja. Bahkan lebih baik dikejar harimau lapar daripada menghadapi kemacetan lalu lintas. Kok, bisa?
McEwen punya alasan. Lari dari tembakan aparat atau dari kejaran harimau hanya akan mendatangkan stres yang singkat walaupun tampaknya lebih menakutkan, sedangkan tubuh kita sudah dirancang supaya mampu menghadapi situasi seperti itu. Lain halnya stres yang lama, berulang-ulang, dan kronis, tubuh kita tidak dipersiapkan untuk itu dan akibatnya dapat merusak otak.
Stres atau keadaan yang menekan secara fisik maupun psikis, sering dianggap sebagai ‘teman’. Disebut teman, karena ada kalanya situasi menekan itu justru mampu menghasilkan prestasi dan produktivitas. Karena itu para psikolog sering menasihati, stres tidak perlu dihindari atau pun dilawan, tapi dikelola.
Sayang, tak semua orang mampu mengelola stres, sehingga banyak penyakit (fisik) yang timbul. Mulai dari maag, liver, jantung, stroke, kanker dan sebagainya. Karena itu semboyan dalam tubuh sehat terdapat jiwa yang sehat, tidak tepat lagi. Ilmu pengetahuan menunjukkan, dalam jiwa yang sehatlah terdapat tubuh yang sehat.
Membentuk Memori
“Perasaan kecewa maupun kehilangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, stres yang berbeda-beda setiap hari, semuanya memberi dampak,” ujar Dra. Nilam Widyarini, MS., lulusan Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogya.
Pengajar di Universitas Atmajaya Jakarta ini lantas menerangkan, keadaan yang menimbulkan stres, baik secara fisik maupun psikis, akan menimbulkan reaksi kimia luar biasa pada tubuh. Segera setelah seseorang mengalami situasi stres, otak akan mengirim pesan kepada saraf agar melepaskan adrenalin dan kimia otak lain, untuk dikirimkan sebagai energi kepada otot.
Yang lebih penting lagi, ada bagian kecil pada otak yang disebut hippothalamus, akan mengirim pesan kepada kelenjar di bawah otak agar mengalirkan hormon corticotrophin ke dalam darah.
Pada gilirannya, hormon ini akan meminta kelenjar adrenal supaya mengeluarkan lebih banyak hormon stres (glucocorticoids). Hormon ini akan memerintahkan tubuh supaya membanjiri darah dengan gula, agar segera memiliki energi untuk lari dari bahaya.
Hormon stres terutama sekali tampak ‘menggemparkan’ bagi bagian otak yang disebut hippocampus. Bagian inilah yang memainkan peranan penting dalam membentuk memori.
Dalam buku panduan mengenai stres berjudul Why Zebras Don’t Get Ulcers, Robert Sapolsky menjelaskan bahwa jika berhasil mengatasi situasi stres, kita ingin bisa mengingatnya supaya lain kali bisa menghindarinya. Dalam peristiwa yang sangat mengguncangkan, biasanya memori akan menajam. Mungkin inilah yang bisa menjelaskan, mengapa kita sulit melupakan tragedi ‘65 atau kerusuhan Mei ‘98.
Stres Berulang
Kadang orang mengalami stres secara berulang, dan akibatnya glucocorticoids akan membanjiri otak. Lama kelamaan manfaat hormon stres hilang, sehingga memori akan memburuk, tingkat energi turun, dan problem kesehatan muncul.
Menurut Sapolsky, dalam beberapa hari saja hormon stres meningkat, akan melemahkan (bahkan mematikan) sel hippocampal jika suplai oksigen terhenti, seperti yang terjadi saat stroke atau serangan jantung.
Stres traumatik seperti yang terjadi pada anak-anak korban kekerasan seksual, veteran maupun korban perang, tentu saja lebih besar kemungkinannya merusak otak. Dalam American Journal of Psychiatry dijelaskan bahwa veteran perang rata-rata hippocampal otak kanannya berkurang 8%. Anak korban kekerasan seksual ukuran hippocampal pada otak kirinya berkurang 12%.
Studi lain yang dilakukan intensif selama empat tahun terhadap sekelompok wanita diketahui, mereka yang hormon stresnya sering meningkat, hippocampal pada otaknya berkurang 14%. Dari pemeriksaan pasien depresi diketahui, ukuran hippocampal-nya berkurang 19% dibanding orang yang sehat.
Melihat akibatnya yang sangat buruk itu, satu-satunya cara agar kita tetap sehat adalah sebisa mungkin mengelola stres.
sumber : www.gayahidupsehatonline.com
Tuesday, December 1, 2009
Stres Pada Orang Optimis dan Pesimis
Nilai ulangan lo ancur? gmna ga stres?? .. huh! ..
Perbedaan sifat individu ternyata mempengaruhi reaksi mereka terhadap stres yang dialami. Orang yang bersifat optimistis lebih mudah beradaptasi secara fisik maupun psikis terhadap stres dibanding mereka yang pesimistis.
Menurut para ahli ..
Menurut Camille B Wortman dan kawan-kawan dalam buku Psychology, hal itu terjadi karena ada
perbedaan kepribadian. Para ahli telah menelusuri bahwa dimensi kepribadian yang tampaknya berkaitan dengan stres dan penyakit yang ditimbulkan oleh stres, adalah sifat optimistis dan pesimistis yang dimiliki seseorang.
Observasi nya juga ada ..
Dalam penelitian yang dilakukan pada kalangan pelajar misalnya, mereka yang optimistis dan memiliki nilai ujian tinggi ternyata lebih sedikit yang mengalami gejala penyakit seperti sakit kepala dan sakit perut, dibandingkan dengan mahasiswa yang nilainya rendah.
Penelitian lain pun membuktikan bahwa pelajar yang pesimistis ternyata dua kali lebih banyak yang mengalami berbagai sakit infeksi dan mengunjungi dokter dua kali lebih sering ketimbang mahasiswa yang optimistis. Maka disimpulkan baru-baru ini oleh para ahli bahwa "individu yang optimistis cenderung lebih mudah beradaptasi secara fisik maupun psikis terhadap stres".
Trus gw jga pernah baca (denger) tau ajalah pkonya .. ada orang kena strooke .. terus dokter udh ngevonis tu org lumpuh permanent .. tapi org tsb tetep smgt .. dan dia yakin bahwa suatu saat dia pasti akan sembuh .. beberapa waktu kmudian setelah org tsb menjalankan terapi" .. karena jiwa optimisnya .. akhirnya orang tersebut kembali normal .. nah .. dari beberapa fakta yang ada tersebut .. dapat kita simpulkan bahwa .. "Reaksi seseorang dalam menyikapi suatu hambatan akan berpengaruh pada kehidupan org tersebut"
Ciri Yang Dikenali
Terus, gmna kita tau bisa tw klo kita itu org yg optimis atw pesimis? Menurut Worthman dan kawan-kawan, ciri-cirinya dapat diketahui dari bagaimana orang tersebut bereaksi terhadap suatu masalah.
Orang yang pesimistis cenderung untuk menyalahkan diri sendiri jika terjadi masalah yang buruk. Misalnya dia berkata, "Ini kesalahan saya." Biasanya mereka juga berlebihan menyimpulkan masalah tersebut, dengan berkata, Masalah ini nggak akan pernah selesai," dan, "Semua ikut kacau jadinya."
Bahkan menurut Wortman, orang yang pesimistis lantas mengaitkan peristiwa
kecil di masa lalu dan dianggapnya sebagai ancaman terhadap kemampuannya
untuk menghadapi masalah hari ini.
Sebaliknya, orang yang bersifat optimistis cenderung mengaitkan kejadian yang buruk dengan faktor di luar dirinya, dan biasanya hanya bersifat terbatas serta sementara. "Itu bukan kesalahan saya," begitu biasanya mereka berkata, atau, "Ini tidak boleh terjadi lagi," dan juga, "Ini bukan akhir dunia." Mereka yakin bahwa hal-hal yang baik akan terjadi pada mereka dan bahwa mereka akan mampu mengatasi apa pun masalah yang bakal terjadi.
Well .. apakah lw termasuk org optimis ataw pesimis? .. choose the better aja lah .. yo lah mulai skrg jdilah org optimis .. karena klw kita optimis .. bayar rumah sakitnya dikit cz kita kan jdi jarang sakit .. >.<
Referensi : www.gayahidupsehatonline.com
Perbedaan sifat individu ternyata mempengaruhi reaksi mereka terhadap stres yang dialami. Orang yang bersifat optimistis lebih mudah beradaptasi secara fisik maupun psikis terhadap stres dibanding mereka yang pesimistis.
Menurut para ahli ..
Menurut Camille B Wortman dan kawan-kawan dalam buku Psychology, hal itu terjadi karena ada
perbedaan kepribadian. Para ahli telah menelusuri bahwa dimensi kepribadian yang tampaknya berkaitan dengan stres dan penyakit yang ditimbulkan oleh stres, adalah sifat optimistis dan pesimistis yang dimiliki seseorang.
Observasi nya juga ada ..
Dalam penelitian yang dilakukan pada kalangan pelajar misalnya, mereka yang optimistis dan memiliki nilai ujian tinggi ternyata lebih sedikit yang mengalami gejala penyakit seperti sakit kepala dan sakit perut, dibandingkan dengan mahasiswa yang nilainya rendah.
Penelitian lain pun membuktikan bahwa pelajar yang pesimistis ternyata dua kali lebih banyak yang mengalami berbagai sakit infeksi dan mengunjungi dokter dua kali lebih sering ketimbang mahasiswa yang optimistis. Maka disimpulkan baru-baru ini oleh para ahli bahwa "individu yang optimistis cenderung lebih mudah beradaptasi secara fisik maupun psikis terhadap stres".
Trus gw jga pernah baca (denger) tau ajalah pkonya .. ada orang kena strooke .. terus dokter udh ngevonis tu org lumpuh permanent .. tapi org tsb tetep smgt .. dan dia yakin bahwa suatu saat dia pasti akan sembuh .. beberapa waktu kmudian setelah org tsb menjalankan terapi" .. karena jiwa optimisnya .. akhirnya orang tersebut kembali normal .. nah .. dari beberapa fakta yang ada tersebut .. dapat kita simpulkan bahwa .. "Reaksi seseorang dalam menyikapi suatu hambatan akan berpengaruh pada kehidupan org tersebut"
Ciri Yang Dikenali
Terus, gmna kita tau bisa tw klo kita itu org yg optimis atw pesimis? Menurut Worthman dan kawan-kawan, ciri-cirinya dapat diketahui dari bagaimana orang tersebut bereaksi terhadap suatu masalah.
Orang yang pesimistis cenderung untuk menyalahkan diri sendiri jika terjadi masalah yang buruk. Misalnya dia berkata, "Ini kesalahan saya." Biasanya mereka juga berlebihan menyimpulkan masalah tersebut, dengan berkata, Masalah ini nggak akan pernah selesai," dan, "Semua ikut kacau jadinya."
Bahkan menurut Wortman, orang yang pesimistis lantas mengaitkan peristiwa
kecil di masa lalu dan dianggapnya sebagai ancaman terhadap kemampuannya
untuk menghadapi masalah hari ini.
Sebaliknya, orang yang bersifat optimistis cenderung mengaitkan kejadian yang buruk dengan faktor di luar dirinya, dan biasanya hanya bersifat terbatas serta sementara. "Itu bukan kesalahan saya," begitu biasanya mereka berkata, atau, "Ini tidak boleh terjadi lagi," dan juga, "Ini bukan akhir dunia." Mereka yakin bahwa hal-hal yang baik akan terjadi pada mereka dan bahwa mereka akan mampu mengatasi apa pun masalah yang bakal terjadi.
Well .. apakah lw termasuk org optimis ataw pesimis? .. choose the better aja lah .. yo lah mulai skrg jdilah org optimis .. karena klw kita optimis .. bayar rumah sakitnya dikit cz kita kan jdi jarang sakit .. >.<
Referensi : www.gayahidupsehatonline.com
Introduce ouRself ..
Well .. let me introduce myself .. my name is Aditya Wildan Farras .. also known as Kira .. i was born at 11 December 1993 .. Nice to be your friend .. okay .. ^o^